Sunday 18 September 2011

Mencari partikel tuhan (7)

Demi waktu dan demi waktu maka alam jagad raya ini diciptakan oleh Allah SWT. Fenomena semesta bintang galaksi ini dihadirkan sedemikian banyak misterinya, tetapi yang dapat dijelaskan oleh manusia juga sangat terbatas. Banyak analogi di Bumi untuk memahami makna alam semesta, tetapi manusia selalu membutuhkan bukti seperti bahwa jarak ke planet-planet bintang-bintang lain dapat dijangkau oleh wahana pesawat ruang angkasa. Kepuasan manusia itu selalu memerlukan bukti-bukti teori dan aplikasi yang terukur dengan eksperimentasi melalui panca-indera-nya.

Tetapi manusia juga banyak lupanya membuat referensi dari fenomena tentang dirinya sendiri yang juga masih misteri. Kejadian manusia itu berasal dari sel zygote gabungan 1 sel sperma dan 1 sel telur. Dari 3 juta sel sperma yang berlari bak sprinter-sprinter kawakan, hanya 1 sel sperma yang diterima menjadi tamu agung 1 sel telur permaisuri. Adalah wajar cara pandang kita melihat materi dan energi yang hadir dalam ruang waktu 3 dimensi, tetapi kalau kita ingin memahami makna totalitas, sebenarnya hanyalah persoalan demi waktu dan demi waktu. Dari 3 juta sperma, hanya 1 yang berarti atau bermakna menjadi peluang kehidupan selanjutnya, sisanya 2.99999 juta materi sperma itu menjadi sampah yang tidak berarti dalam suatu perjalanan demi sang ruang waktu.

Demikian juga seharusnya cara pandang kita melihat alam jagad raya makro-kosmos bintang galaksi disana, dari sekian milyaran galaksi maka besar kemungkinan hanya sedikit yang memberikan arti bagi kelanjutan kehidupan, karena materi dan energi itu hanyalah sampah-sampah agar ruang waktu ini tetap berjalan sesuai rencana-Nya. Demi waktu dan demi waktu maka energi dan massa itu hanyalah produk sampingan atau sisa dari roket peluncur wahana ruang waktu. Jika tokh diperlukan hanya Satu Bumi dalam satu kejadian perjalanan ruang waktu, maka hal itu adalah juga suatu hal luar biasa, sangatlah teristimewa. Bersujudlah kita di hadapan Sang Maha Pencipta jagad raya ini.

Jadi seharusnya kita tidak mudah tertipu dengan besaran materi dan energi yang ber-baris-baris membentuk matriks atom atau molekul, karena semuanya itu ilusi dari produk ruang waktu Tetapi realitasnya tetap kita tertarik dengan kemilaunya emas dan permata, karena semua itu bagian dari keindahan tarian kehidupan.

Sebagian besar selebritis ilmuwan Barat seperti Stephen Hawking atau Richards Dawkins seperti berkampanye mentertawakan logika Hari Kiamat yang disebutkan berulang-kali dalam kitab-kitab agama berdasarkan teori evolusi Darwin dan teori seleksi alam. Pengertian hari kiamat itu sendiri dapat diartikan dari mulai pengertian sederhana yakni kematian diri sendiri, bencana alam, kelaparan dunia, atau perang nuklir yang memusnahkan kehidupan.

Ilmuwan-ilmuwan itu sebenarnya menyembunyikan suatu kebohongan besar dari fakta misteri peradaban manusia yang terus dipertanyakan manusia. Logika induktif manusia itu sebenarnya suatu instink otomatis dalam otak, demikian juga dengan misteri lahirnya peradaban dan kesadaran manusia yang tiba-tiba muncul 10,000 tahun lalu. Jika peradaban dan kesadaran manusia itu tiba-tiba muncul di alam semesta 10,000 tahun lalu, maka jangan-jangan kesadaran manusia itu dapat saja tiba-tiba hilang dalam pita skala ruang waktu 13.7 milyar tahun. Hari Kiamat datangnya tiba-tiba, maksudnya kondisi kesadaran manusia itu dapat saja tiba-tiba hilang begitu saja, sama halnya tiba-tiba bintang galaksi tiba-tiba hilang entah kemana, semua itu sederhana penjelasannya jika tiba-tiba ruang waktu itu kembali ke titik nol.

Sebagian besar kita berfikir pendek dan cetek bahwa kejadian kelaparan dan kemiskinan di dunia seperti di Somalia adalah bagian dari proses seleksi alam yang lumrah dalam peradaban, padahal pokok persoalan sebenarnya adalah kenapa manusia sedemikian serakah dan tamak menjajah bumi yang hanya satu di alam semesta. Kenapa sains dan teknologi yang diciptakan itu tidak dapat membuat sejarah kelaparan dan kemiskinan manusia itu selesai babak ceritanya. Akhiri babak cerita kelaparan di bumi, barulah kita enjoy memikirkan tentang bumi-bumi yang lain di alam semesta antah berantah, dan perjalanan ke planet Mars kelak.

Adalah ketololan mengerikan jika kita tetap berfikir tentang teori seleksi alam evolusi Darwin diberlakukan Bumi yang hanya satu di alam semesta, tugas manusia di Bumi justru dihadirkan untuk membuat kehidupan di Bumi menjadi ajang sharing saling-berbagi. Paling tidak peradaban manusia telah sampai ke suatu era sharing informasi berkecepatan cahaya, hal ini sudah patut disyukuri bersama.