Tuesday 10 September 2013

Sang Penggembala Jagad Galaksi Semesta




Sang Penggembala Jagad Galaksi


Betapa bingungnya para ilmuwan astronomi saat ini melihat fenomena energy anti-gravitasi yang sangat perkasa dahsyat namun belum diketahui wujud fisikanya. Logikanya tubuh mungil kita dipengaruhi oleh gravitasi massa bumi yang lebih besar, bumi dipengaruhi oleh gravitasi matahari, lantas matahari dipengaruhi oleh gravitasi galaksi induknya yakni Bimasakti. Tetapi ternyata kekuatan gravitasi itu kagak ada apa-apanya dibandingkan dengan kekuatan dahsyat ini, energy gelap kata ilmuwan dalam kegelapan meraba-raba apakah gerangan itu energy gelap. Galaksi kita Bimasakti yang merupakan kumpulan milyaran bintang-bintang tata-surya, hanyalah seonggok benda massa terapung di alam semesta ini, terbawa arus menembus ruang-waktu misteri, seperti kapal induk yang berada di lautan luas yang dalam. Kalau tubuh kita sendiri adalah makhluk hidup dengan trilyunan sel-sel, tentunya kita melihat bahwa alam jagad semesta ini adalah sesuatu yang hidup, bukanlah semata-mata berdasarkan rumus E=mc2.

Jika kita membayangkan seorang penggembala atau seorang cow-boy berkuda yang menggembala ribuan ternaknya, maka siapakah penggembala milyaran jagad galaksi ini dengan mudahnya mengarahkan menuju suatu tujuan yang sulit ditebak. Alam kehidupan di bumi selalu memberi pelajaran kepada kita, bahwa setiap manusia itu mulanya berasal dari satu sel zygote lantas meledak “big-bang” menjadi trilyunan sel yang mempunyai manajemen kehidupan, tetapi sebelum kita menjadi zygote ternyata dari juta-an spermatozoid hanya satu dan hanya satu yang dapat melebur ke sel telur menjadi satu zygote. Jadi juta-an sisa spermatozoid itu sia-sia, lantas kita bertanya kenapa alam semesta ini menunjukkan efisiensi yang rendah, mungkin kita bisa menjawab bahwa itu fenomena seleksi alam.

Tetapi kita mesti melihat dalam ketidak-berdayaan manusia menjangkau ruang-waktu milyaran tahun, bahwa banyak fenomena massa-energi di jagad raya ini hadir eksis sebagai penggembira ria dalam perjalanan ruang waktu, seperti ribuan penonton menyaksikan 22 orang bertanding dalam laga sepak-bola, ya itulah aktor-aktornya. Jika kita terus berfikir bahwa banyak bumi-bumi lain di alam semesta ini, tentunya kita juga harus berfikir kenapa alam semesta ini selalu menunjukkan ketidak-efisien-an yang parah betul, seperti massa-energi yang percuma dimana-mana. Tetapi kalau kita berfikir tentang ruang-waktu, maka semuanya menjadi jelas terbatas, yah cobalah membayangkan umur kita yang terbatas, energy tubuh kita yang akan menuju ketidak-berdaya-an lantas mati. Jadi demi waktu, maka sang waktu itu tiada yang percuma, semua waktu itu pasti berarti, membeli ruang-waktu itu pasti mahal harganya, mungkin perlu energy gelap yang maha dahsyat, tetapi kita belum tahu wujud fisikanya.

Perburuan energy gelap oleh ilmuwan astro-fisika saat ini begitu getolnya pada tahun 2013 ini, empat teleskop di Chili, Hawaii, dan Kutub Selatan segera beroperasi dengan resolusi 570 mega-pixel (sekitar 100 x resolusi kamera smart-phone). Observasi galaksi-galaksi menjadi lebih tajam resolusinya, setiap malam memantau kegelapan misteri galaksi nun jauh disana.

Banyak orang yang cerdas terjebak oleh suatu logika bahwa bumi yang kecil ini hanya setitik massa yang tidak berarti dibandingkan dengan milyaran galaksi di sana. Kita tidak bisa menyalahkan logika dan realitas massa bumi yang tidak berarti, tetapi itulah manusia sering melupakan bahwa waktu itulah sebenarnya yang lebih berarti, bahwa kita sadar dalam ruang waktu yang hanya terbatas 100 tahun, bahwa kita sadar bahwa kehidupan bumi ini telah mencapai 3.5 milyar tahun dibandingkan dengan usia alam semesta yang 13.7 milyar tahun. Tetapi kita juga jangan mengecilkan pencapaian ilmu pengetahuan dan teknologi Barat sampai abad millennium ini, pencapaian saat ini adalah suatu anugerah bahwa kita telah hadir eksis dalam abad millennium, dan saya sendiri merasa bersyukur dapat hidup di abad millennium, bukan di abad zaman batu, beruntung bukan ?

Tetapi walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi  manusia telah mencapai teknologi nirkabel, gelombang data audio-video yang wireless tidak terlihat, tetapi selalu juga manusia lupa bahwa kesadaran dirinya itupun tidak terlihat, bahwa bayangan audio-video dirinya sendiri itu tidak bisa di-transfer wireless ke orang lain. Bahwa bayangan audio-video manusia itu masih untuk dirinya sendiri (non-transferrable). 

Justru disitulah misteri alam semesta ini, bukanlah semata-mata massa-energi belaka, tetapi ada misteri data yang tak berhingga. Lihat saja data genom manusia, untuk mengolah sekwensinya memerlukan super-komputer. Jadi coba bayangkan evolusi kehidupan makhluk hidup di bumi sejak 3.5 milyar tahun, dimana data atau boleh kita sebut Mr. Data (seperti di film Star Trek).

Pada akhirnya misteri alam semesta ini, bukanlah di permainan formulasi massa energy belaka, tetapi pada misteri data yang memang belum terlihat. Tetapi indikasinya jelas, bahwa kecendrungan data alam semesta itu sentralistik jika kita melihat titik awal evolusi kehidupan yang bermula dari makhluk-makhluk ber-sel satu. 
Tuan Mr. Data ???