Sunday 12 December 2010

1000 tahun upaya manusia menuliskan angka nol (0 = zero) dalam fikirannya untuk memusnahkan kata keserakahan

1000 tahun yang silam peradaban Arab-Islam-lah yang mempopulerkan angka nol lewat persamaan linear atau kwadrat di pelajaran aljabar tempo dulu, walaupun sebenarnya angka nol diperkenalkan dari peradaban Hindu India. Angka nol tidak dipakai dalam simbol numerik Romawi, jadi selama 1000 tahun (500 SM a/d 500 M) peradaban Yunani/Romawi tidak memperkenalkan angka nol, yang kita lihat adalah angka-angka Romawi yang tidak praktis dalam analisa matematis fikiran manusia.

Coba bayangkan mengalikan angka-angka Romawi VIII x VIII = LXIV dan bandingkan dengan perkalian numerik Arab = 8 x 8 = 64. Tetapi analisa teknologi mekanika berkembang pesat pada peradaban Yunani/Romawi waktu itu, karena didukung oleh kebutuhan invasi militer, ingat persamaan Phytagoras dan analisa lontaran meriam. Masih ingat bagaimana mencari akar-akar persamaan y = x2 + 2x + 1, tentunya kita buat dahulu persamaan itu sama dengan nol, yakni x2 - 3x + 2 = 0. Lantas kita dapatkan akar-akarnya masing-masing x1 = 1 dan x2 = 2. Itulah analogi matematika sederhana bagaimana upaya manusia mencari akar-akar persoalan alam semesta yang akan selalu menggunakan referensi angka nol untuk mencari titik-titik referensi pengembangan pemikirannya. Perkembangan analisa matematika dan komputasi akan mandeg tanpa penulisan angka nol ini pada setiap pencarian solusi faktor-faktor matematika , dan peradaban Barat-lah yang membawa simbol numerik Arab dan alfabet Romawi ke dalam integrasi zaman modern saat ini. Sederhananya, itulah upaya pencapaian manusia untuk menjabarkan fikiran komplek-nya terhadap jagad-semesta raya dengan 2 kata kunci hasil peradaban, Arab dan Romawi.

1000 tahun kemudian akhirnya zaman millennium ini tiba dengan kemampuan teknologi informatika komputer yang canggih, manusia tetap mencari makna angka nihilitas ini. Misalnya pada saat terjadinya Ledakan-Besar, maka manusia mendefinisikannya sebagai waktu T = 0, tetapi tetap manusia bertanya-tanya apakah yang terjadi sebelum peristiwa Ledakan-Besar. Mungkin logika sederhana menyatakan tidak terjadi apa-apa sebelum Ledakan-Besar, lha ruang-waktunya belum tercipta. Ya tetapi sebenarnya ada peristiwa apa sebelum Ledakan-Besar itu? Di Indonesia, persoalan nihilitas masih berkutat dalam persaman aljabar korupsi, seorang terbukti korupsi milyaran/trilyunan di pengadilan dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara, seharusnya hasil korupsinya dibuat nihil (0), tetapi kenyataannya hasil korupsinya malah kwadrat bunga-berbunga di bank luar negeri. Sulit membasmi korupsi kalau sang koruptor tidak dibuat menjadi bangkrut alias nihil harta. Di laboratorum penelitian nihilitas materi di CERN Eropa, para pakar sains dunia malah berkumpul berdiskusi tentang nihilitas materi. Pada saat tulisan ini dibuat, baru saja mereka mengumumkan keberhasilan menciptakan anti-materi hasil tabrakan annihilitas 2 proton.

Betapapun peradaban Barat mendewakan materialise dunia, tetapi mereka tersihir bagaimana menciptakan materi (proton) dari nihilitas dengan teori medan Higgs. Pokoknya mereka selalu bertanya, dari mana sih asal-muasalnya materi. Bukannya seperti di Indonesia, bukti materi korupsi dengan gampang di buat nihil dengan alasan hibah dari sana-sini, sogok sana sogok sini, akhirnya terbukti nihil korupsi. Belum lagi nihilitas uang Rp 50.000 – Rp 100.000 untuk membeli suara rakyat miskin sehingga demokrasi yang dihasilkanpun demokrasi nihil, alias tong kosong. Dari pemilihan presiden, wakil rakyat, gubernur, bupati, walikota, itulah makna nihilitas uang Rp 50.000 – Rp 100.000 yang dipakai saat ini untuk membeli sekitar 100 juta suara si miskin. Jadi janganlah terlalu bangga dengan demokrasi Indonesia, sebelum KPU benar-benar menjadi agen partisipatif pemberdayaan demokrasi untuk menciptakan “ Kwalitas Pemilihan Umum” bukan sebaliknya malah membuat ladang baru “Korupsi Pemilihan Umum”. Entah berapa puluh tahun lagi korupsi di Indonesia dapat dikatakan menuju angka nihil alias kosong ?

Siapapun tidak dapat mengingkari bahwa peradaban Barat-lah yang telah memimpin dunia dengan menciptakan kemajuan teknologi industri yang luar biasa di abad millennium ini. Tetapi di balik kemajuan teknologi industri itu malah justru menyeret manusia menciptakan senjata pemusnah yang secara kalkulasi sederhana dapat membuat peradaban bahkan kehidupan di bumi ini nihil kembali. Betapapun Amerika atau Russia menyembunyikannya, tetapi dengan akumulasi bom nuklir sebesar 5.000.000 kilo-ton saja (yang daya hancurnya 5.000.000/25 = 250.000 kali kekuatan bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima) maka secara matematis teknologi manusia itu sanggup memusnahkan bumi. Yah itulah manusia memang pintar tetapi ternyata tolol juga ya, demikian ucapan sang iblis penggoda manusia di neraka jahanam sana. Fikiran sih ingin membuat takut negara dan bangsa lain, ternyata bumi cuma satu di alam semesta ini, jadi takut sendiri. Tetapi tetap setan iblis selalu memenangkan fikiran manusia, kapasitas nuklir pemusnah massal sebesar itu tetap tersimpan di bawah tanah di Amerika dan Russia hasil produk Perang Dingin. Geblek sekali, manusia rakus menyimpan uang dan emas di bawah bantal-mimpinya sekaligus nuklir alat bunuh dirinya, sementara kelaparan dunia terus meningkat grafiknya menuju katastrofi.

Jadi memang sudah bawaan peradaban manusia itu menjadi korup/serakah , tidak saja Amerika atau Russia yang korup alias serakah dalam hal adu kekuatan otot balung-nuklir, tetapi sifat penjajah/penakluk itu akan terbawa dalam hubungan diplomasi yang mengandung ancaman terbuka atau terselubung. Lebih cocok bumi ini disebut sebagai panggung sandiwara jagad semesta, materi kehidupan bumi itu semata-mata hanya topeng warna-warni, mulai dari virus, bakteri, amuba, tumbuh-tumbuhan, binatang sampai manusia. Topeng tubuh manusia itu terbatas karena dia akan mati, tetapi fikiran manusia itu tidak terbatas sampai hari kematiannya datang.

Jadi kalau para ilmuwan Barat itu berkata bahwa evolusi kehidupan manusia itu masih akan berlangsung terus sampai 1 juta tahun ke depan, maka sebenarnya menurut saya itulah kata-kata setan iblis yang lupa daratan, ya lupa tentang ketamakannya sendiri yang terus menyimpan kapasitas bom nuklir untuk bunuh diri-nya sendiri. Sampai peradaban manusa bisa mendengarkan bisikan kebaikan dari para malaikat untuk lebih memikirkan kemanusiaan yang mendesak pada skala 10.000 tahun peradaban bumi ini, maka boleh-boleh kita berharap dan berdoa kepada Tuhan YME untuk memberikan panjang umur bumi, agar kelaparan manusia itu menjadi nihil.

Kembali kita laboratorium CERN dimana para cendekiawan fisika berkumpul berkhayal menciptakan black-hole kecil di ruang akselerator proton yang akhirnya memastikan dapat menciptakan anti-materi. Ada kondisi ekivalen seperti percobaan nuklir pertama tahun 1940-an, ketika dipelajari reaksi berantai uranium, maka justru potensi jahat yang muncul pertama di benak kepala manusia, yakni manusia lebih suka menciptakan bom nuklir dulu dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir. Perkembangan kecanggihan bom nuklir lebih maju dibandingkan dengan upaya menciptakan pembangkit listrik tenaga nuklir yang aman. Ada kecendrungan yang sama dari hasil riset CERN ini, manusia akan lebih suka mengembangkan bom anti-materi yang kekuatannya juta-an kali dari bom nuklir biasa. Apakah memang kecendrungan hasil karya manusia itu memutar jam kemusnahan menuju jam nol. Apakah manusia itu ditakdirkan tidak mampu menolong kemanusiaannya sendiri, untuk melepaskan diri dari nafsu keserakahan.

Jika kita bertanya tentang pencapaian peradaban kemanusiaan, apakah dengan pencapaian teknologi saat ini, manusia sebenarnya mampu mengatasi kelaparan dunia akibat kegagalan pertanian, kekeringan atau peperangan seperti di Afrika. Jawabannya, sebenarnya manusia mampu, tetapi kenapa tidak dapat direalisasikan bumi bebas kelaparan. Lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa seperti lembaga lipstick untuk menutupi wajah imperialism dunia, namanya boleh diganti dengan Perserikatan Bangsat Bangsat. Suara 100 juta orang miskin dan kelaparan di Indonesia, 1 milyar penduduk bumi yang kelaparan kritis, itu seperti ditelan oleh media-media raksasa kapitalis televisi, koran, atau kampanye intens dari internet yang menyesatkan. Teknologi informasi saat ini sudah jelas menyatukan bumi dalam kesatuan, tetapi menyatukan kemauan 6 milyar manusia itu adalah usaha luar biasa tantangannya. Sebagai contoh, 1.2 milyar penduduk Cina dikatakan negara komunis tirai bambu, tetapi saat ini telah menjadi negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia, yah berarti sudah menjadi negara kapitalis. Jadi apalah artinya dikotomi kapitalis dan komunis yang selama ini dikampanyekan media Barat. Ya mungkin kegagalan kapitalis atau komunis ini berlaku di peradaban Barat, ya barangkali juga kegagalan seorang Karl Marx berteori tentang materialisme, ya juga berarti kegagalan kapitalisme Barat memahami peradaban Asia khususnya Cina.

Ketika majalah FORBES mengumumkan bahwa orang-orang terkaya baru Indonesia berasal dari usaha kebun sawit dan CPO, kenapa para pejabat-pejabat Indonesia tidak malah bersedih dimana yang seharusnya makmur adalah petani-petani kebun sawit dan koperasinya. Kemana program pemerintah untuk perkebunan inti rakyat. Jadi janganlah para pejabat dan wakil rakyat itu ASBUN untuk menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri, kalau di negeri sendiri pemerintah malah menciptakan kartel-kartel perkebunan yang penuh keserakahan menguasai tanah nusantara ini.

Dari semua cerita diatas, hanya satu kata yang menjadi fokus utama, yakni keserakahan. Apakah manusia itu ditakdirkan tidak mampu menolong kemanusiaannya sendiri, untuk melepaskan diri dari nafsu keserakahan.

Friday 10 December 2010

Kenapa manusia harus melihat jarak ruang waktu 13.7 milyar tahun cahaya ?

Kenapa manusia harus melihat jarak ruang waktu 13.7 milyar tahun cahaya ?

Kalau kita melihat perjalanan umur kita berangkat dari titik 0 saat sperma+telur bersepakat bergabung dan tumbuh dari 1 sel zygote menjadi trilyunan sel tubuh manusia dalam kurun batas waktu 75 tahun; apakah perjalanan waktu itu linier (lurus) ? Menurut observasi kesadaran kita, perjalanan waktu 75 tahun itu linear, demikian juga analogi linear waktu dapat kita terapkan untuk perjalanan sejarah peradaban manusia dalam kurun 500, 1000, 10.000 atau 20.000 tahun yang silam. Tetapi diluar batasan waktu itu 1 juta, 3 juta, sampai 300 juta tahun yang silam, bagaimana kita memastikan perjalanan masa silam manusia/makhluk hidup itu linear. Einstein melihat waktu itu geometrikal (melengkung) tergantung energi dan massa yang hadir dalam ruang waktu itu, tetapi saya boleh-boleh saja melihatnya logaritmik, karena log 10.000.000.000 tahun = 10.000 tahun dan log 10.000 tahun = 100, jadi “kaca-mata fikiran logaritmik saya” melihat skala dari 100 ke 10.000 tahun, yahh kira-kira linear dalam skala umur dan peradaban manusia.

Para ahli sains lebih suka menjabarkan pertumbuhan ini dengan kata evolusi, suatu perjalanan panjang dalam kurun juta atau milyar tahun lalu, dimana kesadaran manusia itu pasti belum ada di bumi. Kosong blong kesadaran manusia saat masa silam itu, ya jadi kenapa para ahli evolusi itu malu-malu kucing menyatakan bahwa pada masa silam itu 20.000 tahun atau 100.000 tahun lalu, ya memang belum ada manusia. Memaksakan teori bahwa ada perjalanan setengah manusia dan perjalanan setengah kera menuju suatu bentuk makhluk spesies manusia dan kemanusiaan-nya dalam kurun juta-an tahun silam, tidak akan menolong permasalahan perjalanan utama manusia dalam kurun waktu yang demikian terbatas dalam skala 10.000 tahun.

Manusia mengalami keterbatasan sumber energi murah dan aman sementara bumi cuma satu , manusia gagal mengatasi kemiskinan dan kelaparan dunia meski teknologi millennium sudah mencapai kemampuan integrasi yang tinggi. Kesemua persoalan manusia ini sangat mendesak diselesaikan dalam kurun waktu yang cepat, itulah dinamika manusia akhirnya akan terus menerus menciptakan revolusi dan reformasi. Kata yang tepat saat ini adalah revolusi dan reformasi bumi yang hanya satu, bahwa tidak ada bumi yang lain selain bumi kita. Hanya satu bumi manusia, dan waktu manusia itu terbatas, dan boleh kita katakan waktunya hanya 10,000 tahun, sama halnya kita melihat batasan usia kita dalam skala maksimum 75 tahun.

Lantas buat apa membayangkan angka 13.7 milyar tahun lalu saat Ledakan-Besar terjadi, buat apa membayangkan masa silam manusia 3 juta tahun ketika masih difabrikasi oleh Tuhan YME ? Itulah masa silam dimana tugas manusia menjelaskan dan menceritakan tentang sejarah alam semesta dan akhirnya akan melihat dan meramalkan masa depan alam semesta. Sebagai orang biasa yang susah memahami matematika tingkat tinggi, tentunya kita orang awam harus menghormati upaya manusia memahami kemanusiaan itu sendiri termasuk upaya Charles Darwin mencoba melihat masa silam manusia dalam Teori Evolusi.

Akhirnya manusia itu harus melihat ke depan, bahwa tantangan kemanusiaan-lah yang menjadi prioritas bukan memikirkan waktu 3 juta tahun ke depan untuk perjalanan luar angkasa. 10.000 tahun ini adalah waktu ujian yang diberikan Tuhan YME agar manusia lulus/tidak lulus memahami kemanusian. Apakah manusia akan gagal ?